Sabtu, 31 Januari 2009

Membuka Toko Online

Membuka Toko Online
03-07-2008,20:07:22
Di Indonesia, beberapa mal Internet muncul. Vendor pun menjajakan
solusi E-commerce lengkap berupa mesin dan aplikasi. Sudah saatnyakah
membuka toko online?

Membuka toko di Indonesia harus siap menanggung risiko. Misalnya,
dihancurkan atau dibakar massa -- tahun ini, tiga kali hal itu terjadi
di Jakarta. Mungkin saja, musibah serupa terjadi lagi. Maklum, kondisi
sosial-politik belum stabil.

Nah, risiko semacam itu tak perlu dihadapi kalau Anda membuka toko di
Internet. Maklum, karena maya, tak ada kaca yang bisa dilempar batu
atau barang yang bisa digondol. Risiko terberat paling serangan hacker
dan cracker yang jarang sekali terjadi.

Masih banyak manfaat lain membuka toko di Internet. Yakni, memperluas
jangkauan pasar, meningkatkan layanan untuk pelanggan, serta
mengefisienkan operasi. Ujung-ujungnya, duit yang diperoleh lebih
banyak. Lihat saja Dell Computer (www.dell.com) yang sanggup menangguk
penjualan US$ 1 juta/hari lewat Internet. Contoh lain, toko buku
Amazon (www.amazon.com) yang dua tahun lalu belum ada, tahun ini
omsetnya ratusan juta dolar AS. Barang jualannya pun segera bertambah:
CD, aneka cendera mata.

Tren transaksi via Internet pun terus meningkat sejalan meningkatnya
jumlah pengguna komputer dan pengakses Internet. International Data
Corporation (IDC) berani memperkirakan, nilai transaksi di Internet
akan tumbuh secara dramatis, dari US$ 318 juta (1985) menjadi US$ 95
miliar selama tahun 2000.

Data terbaru IDC (1998) juga menyebutkan, nilai transaksi via Internet
di Asia-Pasifik (tak termasuk Jepang) pada 1998 mencapai US$ 643,11
juta, dengan jumlah pengakses sekitar 7,9 juta. Dari angka tersebut,
nilai transaksi via Internet dari Indonesia diperkirakan sekitar US$
1,16 juta dengan angka pengakses sekitar 110 ribu. Tentu saja masih
relatif kecil, sebab Malaysia saja mempunyai nilai transaksi online
pada 1998 sekitar US$ 20,1 juta dengan jumlah pengakses Internet
sekitar 410 ribu.

Wajar kalau gambaran di Indonesia seperti itu. Bukti lainnya, meskipun
relatif banyak perusahaan yang sudah memasang homepage, hanya sedikit
yang memfungsikannya sebagai toko online. Sebagian besar lebih
difungsikan sebagai media informasi dan pengenalan produk. Menurut
Adji Gunawan, Associate Partner dan Technology Competency Group Head
Andersen Consulting, secara umum ada tiga tahapan menuju E-commerce,
yakni: presence (kehadiran), interaktivitas dan transaksi. Nah,
kebanyakan homepage perusahaan Indonesia baru pada tahapan presence.

Dyviacom Intrabumi atau D-Net (www.dnet.net.id) tergolong perusahaan
perintis transaksi online di sini, yakni sejak September 1996. Wahana
transaksi berupa mal online yang disebut D-Mall (diakses lewat D-Net)
itu, hingga tulisan ini dibuat telah menampung sekitar 33 toko
online/merchant. Produk yang dijual bermacam-macam, dari makanan,
aksesori, pakaian, produk perkantoran sampai furniture.

Selain D-Net, beberapa perusahaan lain sebenarnya juga tengah
menyiapkan mal online serupa. Indosat -- lewat IndosatNet
(www.indosat.net.id) -- kini tengah mematangkan fasilitas transaksi
online-nya, yang disebut i2 Mall (Indonesia Interactive Mall). Telkom
juga tengah mengembangkan mal online khusus produk-produk
telekomunikasi yang disebut RisTIShop. Masih di lingkungan Telkom,
kantor Telkom Divre V Jawa Timur juga membuat mal online, disebut
Jatim Mall. Dan, kabarnya, WasantaraNet yang dimiliki PT Pos Indonesia
telah pula membangun mal online-nya sendiri.

Hanya saja, sejauh ini yang sudah mempunyai pengalaman transaksi baru
D-Mall. Adapun i2 Mall -- kendati menurut Reynold A. Rachman, Asisten
Manajer Proyek i2, sebenarnya siap difungsikan -- baru akan dibuka
resmi pada Maret 1999. Maklum, baru Berca (distributor Hewlett
Packard) yang siap buka toko di i2 Mall, meski tiga merchant lainnya
(Sarinah, Gramedia dan BMG International) segera menyusul. Bahkan,
RisTIShop hingga kini masih terus dikembangkan, karena masih berupa
prototipe.

Pengalaman D-Mall? Sayangnya, Sylvia Sumarlin, Dirut D-Net, mengaku
belum siap dengan data perkiraan frekuensi dan volume transaksi
melalui mal online-nya. Ia hanya mengungkapkan, akses harian D-Net
mencapai 20 ribu hit/hari. Adapun dari pengalaman transaksi selama
ini, menurutnya, produk makanan (kue) relatif terlaris, dengan
rata-rata order 5 kali/hari (kalau hari raya bisa 50 order/hari).
Sedangkan produk lainnya, belum tentu ordernya ada tiap hari, ujar
Sylvia.

Yang jelas, para merchant yang memajang tokonya di D-Mall memang telah
menyediakan formulir order secara online. Pembeli tinggal mengisikan
beberapa data penting, seperti data pembeli (nama, alamat, alamat
E-mail) serta jenis dan jumlah barang. Beberapa toko online ini juga
ada yang telah menyiapkan keranjang belanja, dan isi belanjaan pun
bisa digonta-ganti. Hanya saja, mungkin karena pertimbangan efisiensi,
beberapa toko online -- seperti GiftNet -- membatasi nilai
transaksinya, misalnya minimal Rp 100 ribu.

Mekanisme pembayarannya? Ternyata, tak selalu sama. Misalnya, Gondo
Wangi Sariaji, penyedia produk perawatan rambut dan tubuh, meminta
pembeli mentransfer uangnya ke rekening perusahaan ini --yang
dicantumkan dalam formulir pesanan. Sementara M.O.G. (TV Media)
meminta pembeli membayar secara online lewat kartu kredit dengan
menyebutkan nomor kartu dan masa berlakunya. Adapun GiftNet, kendati
juga meminta pembayaran dengan kartu kredit, juga meminta pembeli
menyampaikan nomor kartunya via telepon.

Harap dimaklumi kalau fasilitas pembayaran yang disediakan para
merchant di D-Mall beragam. Sylvia memang menyebutkan bahwa fasilitas
malnya sudah dilengkapi dengan protokol Secure Socket Layer guna
mengamankan transaksi. Toh, persepsi mengenai seberapa amannya
transaksi di Internet memang tidak sama. Tapi, transaksi di D-Mall
kan masih kecil-kecil nilainya, katanya.

Yang jelas, menyiapkan fasilitas toko online memang tak semudah
membuat homepage. Tahap awal, seperti dikemukakan Adji, tentu
menyiapkan presence-nya, yakni membuat homepage-nya, terutama sebagai
storefront. Pekerjaan yang terkait dengan hal ini adalah menyiapkan
content, desain dan web hosting-nya. Menurut Budiono Dharsono,
Direktur Agranet Multicitra Siberkom, selain tampilan visual dan
content-nya harus bagus, struktur homepage yang dibuat pun harus
jelas.

Langkah berikutnya, menurut Adji, menyiapkan interaktivitas toko
online tersebut. Paling sederhana, bisa menggunakan fasilitas E-mail
di website-nya, jelas dia. Agar interaktivitas antara merchant dan
pengakses bisa lancar, ia menyarankan agar para penjual online ini
menyiapkan homepage-nya dengan formulir-formulir standar dan
terstruktur, yang bisa dijawab dengan software tertentu. Supaya
responsnya cepat, katanya. Namun, ia menyebutkan, sejauh ini
homepage-homepage di Indonesia belum bisa menyediakan interaktivitas
untuk kebutuhan verifikasi dan pembayaran.

Hingga tahapan ini, para pengusaha yang berminat membuka toko online
bisa mengerjakannya sendiri, kecuali untuk kebutuhan web hosting
(penempatan di Web). Adji juga membenarkan bahwa software untuk
membuat homepage sebagai storefront ini banyak tersedia di pasar,
termasuk dari Microsoft. Namun, agar memperoleh hasil terbaik, Budiono
menyarankan para peminat mengambil pola outsourcing saja dalam
pembuatan maupun penempatan homepage. Memang, sekarang beberapa
Internet Service Provider maupun content provider menawarkan jasa
pembuatan dan penempatan homepage.

Beberapa mal online yang ada pun, seperti D-Mall dan i2 Mall, bersedia
membuatkan storefront untuk para merchant-nya -- walau diakui para
pengelolanya, lebih sebatas desain awal. Kami berikan option pada
mereka. Kalau kami kan lebih kompeten di Web, ketimbang di desain dan
placing-nya, ujar Reynold. Namun, ia mengungkapkan, IndosatNet juga
menyiapkan sistem E-commerce back end-nya, tinggal si merchant yang
meng-update sistem inventori barangnya, seperti dilakukan pada
Gramedia.

Selanjutnya, tahapan yang lebih canggih apabila toko online yang
dibangun juga menyediakan transaksi online dengan sistem pembayaran
kartu kredit secara online. Kalau mau gampangnya, sebenarnya bisa
tinggal nebeng menyerahkan persoalan ini kepada pengelola mal online.
Sebab, seperti diakui Sylvia dan Reynold, pihaknya terus
menyempurnakan sistem pembayaran online di malnya. Pertengahan tahun
depan kami akan gunakan protokol SET (Secure Electronic Transaction),
ungkap Sylvia. Kami juga sudah dapat greenlight dari Citibank untuk
menggunakan Visa dan MasterCard dengan protokol SET, timpal Reynold
di lain kesempatan. Maklum, kalau mereka menjanjikan hal itu,
mengingat standar SET -- apalagi versi terbaru -- dianggap lebih aman,
karena memang dikembangkan untuk kebutuhan E-commerce.

Namun, bagi yang berminat membangun sendiri, sebenarnya sekarang sudah
ada beberapa provider solusi pembayaran Internet (Internet Payment
Solution/IPS), seperti VeriFone, CyberCash, DigiCash dan IBM. Bahkan,
para penyedia IPS tersebut menjamin bahwa dengan menggunakan paket
solusinya -- yang mengadopsi versi mutakhir protokol SET -- para
merchant, lembaga keuangan (acquiring banks) dan konsumen dapat
melakukan transaksi aman di Internet.

Menurut Julizvar, konsultan dari Hewlett Packard (HP) Indonesia, untuk
terciptanya sistem pembayaran via Internet memang dibutuhkan
kesepakatan berbagai pihak, terutama dari pihak lembaga keuangan,
merchant dan konsumen. Pihak-pihak lainnya yang biasanya terlibat
untuk mendukung sistem pembayaran Internet adalah penyedia sertifikat
digital, baik untuk Visa (misalnya VeriSign) maupun MasterCard
(misalnya GTE); dan perusahaan pemroses transaksi kartu kredit.
Biasanya inisiatif berasal dari lembaga keuangan, seperti di
Singapura ada NETS, kata Julizvar. Perlu diketahui, NETS merupakan
lembaga pengelola transaksi dari Singapura, yang dimiliki oleh 7 bank
lokal di sana, yakni DBS, UOB, OCBC, Keppel Bank, POSBank, Tat Lee
Bank dan Overseas Union Bank.

Gambaran ini disepakati Adji. Menurutnya, biasanya konsumen yang bisa
ikut bertransaksi berasal dari lingkungan (misalnya keanggotaan)
lembaga keuangan yang terlibat (seperti para pemegang kartu kredit
bank-bank bersangkutan) ataupun dari merchant.

Kalau sudah ada kesepakatan seperti itu, masing-masing pihak bisa
bertransaksi dengan menyediakan software khusus di aplikasinya. Solusi
dari VeriFone (www.verifone.com) -- kini anak perusahaan HP --
tergolong lengkap. Di sisi merchant, VeriFone mengeluarkan software
vPOS, dengan tawaran kelompok produk (product suite) mencakup Internet
Storefront, Order Entry, Order Fulfillment, Product and Order
Database, Web Server, Windows NT dan Hardware. Paket ini sering
disebut Store in a Box. Di sisi lembaga keuangan, software-nya disebut
vGATE, dengan kelompok produk: Message Format, Conversion, SET
Protocol, System Management, Firewall dan Database server. Sementara
konsumen cukup mempunyai software vWALLET dengan tawaran produk
browser dan Windows 95/98.

Solusi yang dikeluarkan VeriFone ini pernah didemonstrasikan untuk
kawasan Asia dengan melibatkan NETS, para merchant, DBS dan UOB
sebagai acquiring banks, VeriSign dan GTE sebagai penyedia sertifikat
digital pertama serta para pembelanja online. Dalam prakteknya, para
merchant akan menerima transaksi menggunakan software vPOS dan
sekaligus meminta otorisasi secara online dari lembaga keuangannya.

Solusi lengkap yang ditawarkan CyberCash (www.cybercash.com) disebut
CashRegister (versi 3). Solusi ini juga menjanjikan kemampuan menerima
transaksi kartu kredit secara aman lewat Internet, otorisasi secara
real time, proses settlement dan kemampuan manajemen pembayaran
lainnya.

Hingga akhir 1997, pihak VeriFone mengklaim telah menggandeng sekitar
200 lembaga keuangan (acquiring bank dan pengelola transaksi
pembayaran) yang menggunakan vGATE. Adapun jumlah merchant yang telah
memakai vPOS mencapai sekitar 1 juta. Pihak VeriFone juga mengklaim,
modulnya bisa berkomunikasi dengan pelbagai software storefront dari
vendor lainnya, seperti Microsoft, Netscape, Open Market dan Oracle.

Untuk bisa memperoleh fasilitas seperti itu, para pemilik toko online
bisa memesannya dari vendor yang bersangkutan. Contohnya, solusi
lengkap Store in a Box ditawarkan sekitar US$ 20 ribu.

Selain disediakannya fasilitas transaksi aman, menurut Julizvar, ada
baiknya toko online juga dilengkapi software pengaman tertentu. Bukan
kebetulan, HP pun menyediakan produknya, yang telah banyak dipakai
untuk kebutuhan implementasi Internet-banking, yakni VirtualVault.
Software ini, katanya, punya kemampuan melindungi, baik data merchant
maupun pelanggan.

Toh, meski pelbagai software E-commerce yang ada di pasar cukup
canggih, Adji menilai masih ada aspek legal yang belum disepakati.
Misalnya, soal keharusan menyertakan biaya meterai untuk nilai
transaksi tertentu dan adanya pengenaan pajak. Jadi, sekali lagi,
untuk menjalankan proses transaksi via Internet secara lengkap, harus
disiapkan serangkaian kesepakatan dengan pihak-pihak terkait lainnya.

Adapun soal pengiriman barang, menurut Adji, sebenarnya tak lagi
sulit, karena merchant bisa bekerjasama dengan perusahaan jasa kurir
seperti UPS, FedEx dan PT Pos. Bahkan, untuk kebutuhan ekspor
sekalipun. Hanya saja, kalau menilik layanan yang diberikan mal online
di Indonesia, sejauh ini pengelola tak ikut campur dalam pengiriman
barang pesanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar